Melalui program Zakat Community Development (Zacomdef), tim dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM memperkenalkan ke petani di Srimartani tentang metode penanaman padi yang mampu memberikan hasil panen yang jauh lebih tinggi
dengan pemakaian bibit dan input yang lebih sedikit dari pada metode
tradisional (misalnya air) atau metode yang lebih modern (pemakaian pupuk dan
asupan kimiawi). Metode
ini mengembangkan teknik manajemen yang berbeda atas tanaman, tanah, air dan
nutrisi dan telah terbukti sukses diterapkan di sejumlah negara, dikenal dengan "System of Rice Intensification (SRI)"
SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan
tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik
budidaya cara tradisional. SRI dikembangkan di
Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline.
Rumah Pintar BAZNAS Pijoengan yang berbasis pada pemberdayaan dan edukasi masyarakat, dengan bimbingan dari tim FTP UGM berusaha memperkenalkan ke masyarakat tentang sistem ini.
Mula-mula dilakukan percontohan di dua lokasi yang berbeda, yaitu di dusun Mutihan dan Daraman.
Beberapa hal yang dilakukan adalah:
1. Pembenihan dilakukan cukup dalam "besek" hal ini karena bibit yang dibutuhkan sangat sedikit, sehingga tidak membutuhkan lahan yang luas. (lahan 1 ha membutuhkan 7 kg benih gabah)
2. Tranplantasi
bibit muda yang bertujuan untuk mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar
yang optimal sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan
baik.
3. Menanam
padi dalam jarak tanam yang cukup lebar 25 cm x 25 cm , sehingga mengurangi kompetisi tanaman
dalam serumpun maupun antar rumpun. Penanaman cukup 1-1 (1 bibit untuk tiap lubang), dengan kedalaman sedang.
4. Mempertahankan
tanah agar tetap teraerasi dan lembab, tidak tergenang, sehingga akar dapat
bernafas, untuk ini diperlukan manajemen air dan pendangiran yang mampu membongkar
struktur tanah.
5. Menyediakan
nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman, sehingga tanah tetap sehat dan
subur sehingga dapat menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang
diperlukan tanaman untk tumbuh.
Namun, harus disadari bahwa dalam pengenalan suatu sistem yang dianggap baru oleh petani lokal maka respon dan tanggapannya pun sebagian masih bernada ragu, seperti:
1. merasa kurang mantap, karena dengan 1 bibit perlubang sawah kelihatan belum ditanami
2. menganggap bahwa dengan penanaman 1-1 kalau benih mati, menjadi kosong, kalau tanam 4 - 4 mati satu masih ada 3 batang.
3. mau lihat dahulu hasilnya, kalau hasilnya bagus baru akan mengikuti cara SRI
4. dan lain-lain
Adanya berbagai tanggapan tersebut justru memicu semangat tim RumPin untuk belajar lebih banyak dan lahan percontohan yang telah dibuat diharapkan dapat menunjukkan hasil optimal. Selain meningkatkan hasil produksi petani karena turunnya biaya penanaman SRI juga memberikan dampak jangka panjang dalam konservasi lahan karena berkurangnya penggunaan pupuk kimia. Sosialisasi penggunaan pupuk organik selanjutnya menjadi bagian dari program RumPin menuju pertanian yang ramah lingkungan.
Adanya berbagai tanggapan tersebut justru memicu semangat tim RumPin untuk belajar lebih banyak dan lahan percontohan yang telah dibuat diharapkan dapat menunjukkan hasil optimal. Selain meningkatkan hasil produksi petani karena turunnya biaya penanaman SRI juga memberikan dampak jangka panjang dalam konservasi lahan karena berkurangnya penggunaan pupuk kimia. Sosialisasi penggunaan pupuk organik selanjutnya menjadi bagian dari program RumPin menuju pertanian yang ramah lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar